Friday, October 21, 2016

MAKALAH FILSAFAT PANCASILA : KESATUAN PANCASILA

Selamat datang kembai di Bengkel Makalah. Kali ini saya akan kembali berbagi makalah yang mungkin saja bisa bermanfaat buat sobat semua. Makalah kali ini adalah Makalah Filsafat Pancasila yaitu Makalah Kesatuan Pancasila.  Pada makalah ini akan dibahas mengenai kesatuan sila pancasila sebagai filsafat, komponen dan pelaksanaan team game tournament, kelebihan TGT, kekurangan TGT dan pe penjabaran sila-sila pancasila, makana sila-sila pancasil juga pembahasan-pembahasan lainnya.



Langsung saja, berikut ulasan mengenai makalah filsafat pancasila yaitu makalah kestuan pancasila :




KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha penyayang lagi maha pengasih, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiranya, yang telah melimpahkan rahmat, karunianya, hidayah, dan inayah-nya kepada kami sehingga, kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “FILSAFAT PANCASILA”, kesatuan sila-sila pancasila. 

Makalah ini telah kami susun secara maksimal dan telah banyak pihak yang membantu sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mneyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat atau pun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami ini. Akhir kata kami berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan mengispirasi untuk semua orang yang membaca makalah kami ini.


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa Indonesia rumusnya tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 untuk sepanjang masa, yaitu: ke-Tuhannan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Notonagoro, 1982: 32). Hal ini telah menunjukkan bahwa Pancasila merupakan suatu tatanan yang dijadikan rujukan oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai sistem filsafat, tentu Pancasila memiliki dasar-dasar yang menjadikannya sebagai suatu filsafat. Dasar-dasar inilah yang menjadikan Pancasila sebagai suatu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi. Pancasila yang memiliki lima sila sebenarnya jika dijabarkan mengandung makna yang sangat esensial dalam kehidupan.

B. RUMUSAN MASALAH
  • Kesatuan sila-sila pnacasila sebagai sistem filsafat pancasila?
  • Penjabaran sila kelima pancasila?
  • Kesatuan sila pertama sampai sila kelima pancasila?




BAB II
PEMBAHASAN

A. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Kesatuan antara sila-sila Pancasila tidak hanya kesatuan yang bersifat logis, kesatuan menurut isi, atau kesatuan formal logis lainnya, namun sila-sila Pancasila memiliki suatu kesatuan meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain paham filsafat di dunia (Kaelan, 2010: 62).

1. Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila 
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya menyangkut sila-silanya saja melainkankan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau yang disebut juga dengan dasar ontologis sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri dari lima sila memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Selain itu, Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yag berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia. Demikian juga jikalalu kita pahami dari filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia (Kaelan, 2012: 14).

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat mansuia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang lainnya.

Hubungan kesesuaian antara negara dengan sila-sila Pancaisla adalah berupa hubungan sebab akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai akibat. Sebagai suatu sistem filsafat landasan sial-sila Pancasila itu dalam hal isinya menunjukkan suatu hakikat makna yanag bertingkat, serta ditinjau dari keluasannya memiliki bentuk piramidal.

2. Dasar Epistemologis sila-sila Pancasila
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tetang watak pengetahuan manusia. Persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan Pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan manusia dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana diketahui bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. 

Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai, adat istiadat, dan kebudayaan dan nilai religius, maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila Pancasila dengan Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kessuaian yang bersifat korespondensi.

Berikutnya tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah berbentuk hierarkhis dan berbentuk piramidal, dimana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya serta sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat, dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila-sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua serta ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila kelima didasari dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Demikianlah maka susunan sila-sila Pancasila memiliki sistam logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. 

Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu: pertama isi arti sila-sila Pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Isi arti sila-sila Pancasila yang umum universal ini merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga merupakan tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit. Kedua, isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus konkrit serta dinamis.
Kemudian pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. hakikat manusia sebagai makhluk monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi Pancasila.

Menurut Pancasila bahwa hakikat manusia sebagai makhluk monopluralis adalah hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok, yaitu susunan kodrat yang teridiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani).selain itu manusia juga memiliki indra sehingga dalam proses reseptif indra merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris. Maka Pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia yang bersifat positif. Potensi yang terdapat dalam diri manusia untuk mendapatkan kebenaran terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan positif Pancasila juga mengakui kebenaran pengetahua manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia yang pada hakikatnya merupakan makhluk Tuhan Yang maha Esa sesuai dengan sila pertama Pancasila yang mengakui kebenaran Pancasila sebagai kebenaran yang tertinggi. Sedangkan sila ketiga, keempat, dan kelima mengakui kebenaran bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai suatu paham epistemologi maka Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatya tidak bebas dari nilai karena harus diletakkan pada moralitas kodrat manusia serta moralitas religius.

3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Yang dimaksud dengan dasar aksiologis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan kesatuan (Kaelan, 2012: 18). Dalam kehidupan, terdapat banyak sekali jenis nilai yang disampaikan atau dikemukan oleh para ahli. Notonagoro mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong niali-nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. 
Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang tergolong ke dalam nilai kerohanian juga mengandung nilai-nilai lain yang lengkap dan harmonis, baik itu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetika, nilai kabaikan atau moral, maupun nilai-nilai kesucian. Substansi dari Pancasila merupakan nilai-nilai dan norma-norma. Substansi Pancasila dengan kelima silanya terdapat pada Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

 Prinsip-prinsip tersebut telah menjelma ke tertib sosial, masyarakat, bangsa Indonesia, yang dapat ditemukan pada adat istiadat, kebudayaan serta kehidupan bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila pertama hingga sila kelima merupakan cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupan. Bangsa Indonesia dalam hal ini merupakan pendukung dari niali-nilai Pancasila. Sebagai pendukung Pancasila, maka sudah seharusnyalah bangsa Indonesia menghargai, mengakui, dan menerima, serta memandang Pancasila sebagai sesuatu yang benar-benar bernilai dan berharga. Penghargaan, pengakuan, penerimaan, dan pemandangan tersebut akan tampak jika telah mendarah daging ke dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau keempat hal diatas telah mendarah daging ke dalam seluruh rakyat Indonesia maka akan terbentuklah manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila.

Sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki tingkat kualitas yang berbeda namun saling antara yang satu dengan yang lainnya saling mengkait dan melengkapi dan tidak ada satu nilaipun yang bertentangan. Dalam hal ini jika satu sila dilepas maka akan menyebabkan sila tersebut kehilangan kedudukan dan fungsinya karena tidak akan berarti jika tidak berada dalam kesatuan.  Kesatuan nilai-nilai Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh dan bulat atau disebut juga kesatuan organik. Tiap sila mempunyai fungsi tersendiri yakni sila pertama dan kedua sebagai moral negara, sila ketiga sebagai dasar negara, sila keempat sebagai sistem negara, dan sila kelima sebagai tujuan negara (Bakry, 2012: 39).


B. PENJABARAN SILA KELIMA PANCASILA

Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna pokok keadilan yang hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan sila-sila sebelumnya, maka sila yang kelima ini didasari dan dijiwai oleh empat sila sebelumnya yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan. Sila keadilan sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sebelumnya. Hal ini mengandung hakikat makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Notonagoro hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis, yaitu manusia yang adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama, dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang terdapat dalam Kaelan (2012: 36) meliputi:
  1. Keadilan distributif; yaitu suatu hubungan keadilan antara negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi, serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.
  2. Keadilan legal (keadilan bertaat); yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
  3. Keadilan komutatif; yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal balik.


Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah diwujudkan oleh semua warga negara Indonesia dalam kehidupan bersama dan berbangsa. Jika nilai-nilai tersebut terwujudkan, maak akan terbentuk keadilan sosial seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sebaliknya, jika nilai-nilai tersebut tidak dapat diwujudkan maka akan terjadi disintegrasi bangsa Indonesia sebagaimana yang telah terjadi pada masa-masa sebelumnya seperti gerakan GAM dan OPM. Tentu bangsa Indonesia tidak menginginkan hal-hal tersebut terulang kembali. Sutoyo (2011: 31) menyebutkan sila kelima Pancasila seperti seorang perawat dalam menangani pasien. Perawat harus mampu bersikap adil dalam menghadapi pasien, baik pasien itu kaya maupun miskin, tua atau muda, besar atau kecil, semuanya harus diperlakukan sama, dirawat sesuai dengan karakteristik penyakit yang diderita pasien agar pasien tersebut cepat sehat kembali.


C. KESATUAN SILA PERTAMA SAMPAI SILA KELIMA PANCASILA

1. Sila pertama: ketuhanan yang maha esa

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah  pencipta segala yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zatNya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.

Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (atheisme). Sebagai sila pertama Pancasila ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara republic Indonesia yang berdailat penuh, bersipat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sila kedua : kemanusia yang adil dan beradab

Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk social.

Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk social , yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan .

3. Sila ketiga : persatuan Indonesia

Persatuan Indonesia di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan maha esa dan sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasasari dan menjiwai sila kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaa dalam permusyawaratan/wakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.hakikat sila ketiga tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut hakekat persatuan di dasari dan di jiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan, mahwa mahluk sebagai tuhan yang maha esa yang pertama yang harus di realisasiakan adalah mewujutkan suatu perswatuan dalam suatu persekutuan hidup yang di sebut Negara.maka pada hakikatnya yang bersatu adalah manusia sebagai mahluk yang maha esa,adapun hasil persatuan di antara induvidu-induvidu,pribadi-pribadi dalam suatu wilaya tertertentu sebagai rakyat sehingga rakyat adalah unsur pokopk Negara.persekutuan hidup bersama manusia dalam Negara untuk mewujudkan suatu tujuan bersam yaaitu keadilan dalam kehidupan bersama (keadilan social) sehingga sila ketiga mendasari dan menjiwai sila keempat dan sila kelima pancasila.

Sila kemanusiaan yang maha esa dan kemanusiaan meliputi seluruh hidup manusia dan menjadi dasar dari pada sila-sila yang lainnya. Akan tetapi sila persatuan dan kebanmgsaan ,kerakyatan dan keadilan social hanya meliputi sebagai lingkungan hidp manusia sebagai penghususan dari pada sila kedua dan sila pertama dan mengenai hidup bersama dalam masyarakat bangsa dan Negara. Selain ketiga sila ini persatuan kerakyatan dan keadilan satu dengan lainnya bersangkut paut dalam arti sila yang di muka menjadi dasar dari pada sila-sila berikutnya.

4. Sila ke-empat: kerakyatan yang dipimpin oleh hikma dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwwakilan

Maka pokok sila keempat ini adalah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan hakikat rakyat. Sila keempat ini di dasari dan menjiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa,kemanusiaan dan persatuan. Dalam keitanya dengan kesatuan yang bertingkat maka hakikat sila keempat itu adalah sebagai berikut,hakikat rakyat adalah penjumlahan manusia-manusia,semua orang,semua warga dan suatu wilaya Negara tertentu. Maka secara ontolohgis adanya rakyat adalah ditentukan dan sebagai akibat adanya manusia sebagai mahluk tuhan yang maha esa yang menyatukan diri dalam suatu wilaya Negara tertentu. Adanya sila keempat tersebut mendasari dan menjiwai sila keadilan social (sila kelima pancasila). Hal ini mengandung arti bahwa Negara adalah demi kesejahteraan rakya. Maka tujuan Negara adalah terwujudnya mesyarakat yang berkeadilan,terwujutnya keadilan dalam hidup bersama (keadilan social)

5. Sila ke-lima: keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna pokok keadilan yaitu hakekatnya kesesuaian dengan halkikat adil. Berbeda dengan sila-sila lainya maka sila kelima di dasari dan dijiwai oleh keempat sila lainya yuaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan. Hal ini mengandung hakikat makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya Negara kebangsaan dari manusia –manusia yang berketuhanan yang maha esa. Sila keadilan social adalah tujuan dari kempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan social juga di tentukan oleh adanya hakikat  keadilan sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis,yaitu kemanusiaan yang adil terhadap diri sendiri,terhadap sesame dan terhadap tuhan yang maha atau kausa priama. Penjelmaan dari keadilan kemanusiaan monopluralis tersebut dalam bidang kehidupan bersama baik dalam lingkungan masyarakat,bangsa,Negara dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut sikap koadrat manusia sebagai mahluk induvidu dan mahluk social yaitu dalam wujud keadilam dlam hidup bersama atau keadilan social 


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesatuan antara sila-sila Pancasila tidak hanya kesatuan yang bersifat logis saja, kesatuan menurut isi, atau kesatuan formal logis lainnya, namun sila-sila Pancasila memiliki suatu kesatuan meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna pokok keadilan yang hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda dengan sila-sila sebelumnya, maka sila yang kelima ini didasari dan dijiwai oleh empat sila sebelumnya yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan. Hal ini mengandung hakikat makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa.



DAFTAR PUSTAKA

Winarno, S.PD, M.Si, Paradigma Baru : Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Jakarta : 2007.
Winarno, S.PD, M.Si, Paradigma Baru : Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Jakarta : 2007
Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Edisi kedua.Jakarta:SetNegRI


Itu dia pembahasan mengenai makalah filsafat pancasila. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi sobat semua. Tetap stay terus bersama Bengkel Makalah ya sobat. Sampai jumpa dipostingan berikutnya :)

2 comments

wah, panjang juga ya, makalah ini digunakan waktu kita masuk jenjang kuliah ya gan??


EmoticonEmoticon